Mumpung 28 Mei, mau ah pasang niat buat memulai blogging lagi.
Semoga bukan niat kali ini doang, tapi bisa dipupuk lg besok2.
Setelah baca2 berbagai posting lama di blog ini dan blog yang satu lagi, menyadari bahwa masa2 ngeblog dulu bisa dibangkitkan lagi suasananya pas kubaca lagi postingan2 itu. Pengennn deh beberapa tahun lagi bisa juga merasakan lagi happiness hari ini dan hari2 yang lalu juga.
Emang lagi happy? Iya banget.
Kapan? Tiap hari.
Kenapa?
Hehehe. Puji Tuhan, setelah 6tahun lebih menikah, awal tahun ini dapat kepercayaan Tuhan untuk hidup baru (lagi) di a band new place. Jauh dari keluarga dan tanah tumpah darah *tsah*, tapi bener2 menantang dan membahagiakan.
Yup, kami kini tinggal di Leeds, UK.
Masih sering nggak percaya sih, tapi nyatanya sering kedinginan ketiup angin Inggris. Berarti bener dong. 😀
Dan moment merayakan 7 tahun pernikahan ini mau kumanfaatkan untuk menghayati maknanya dalam hidup keluarga kami.
Kalau dirunut balik, duluuu sekali pas masih jaman pacaran, kami sering berandai2, mulai dari yang gampang2 sampai yang nggak masuk akal. Salah satunya, andai bisa sekolah dan tinggal di luar negeri. Waktu itu sih termasuk yang nggak masuk akal bagi kami. Tapi tanpa sadar, perjalanan panjang kami mengarah dan semakin mendekat ke realisasi impian itu. Dan tahun 2016 ini jadi tahun yang ditentukan Tuhan untuk mewujudkan impian kami jadi nyata.
Kok bisa sih? Yup, tak terbilang banyaknya temen, sodara n kerabat yang nanya, kok bisa sihhh?
Kesempatan ini juga nggak tiba-tiba jatuh dari langit lah ya. Perjuangan untuk mencapainya juga nggak gampang, jatuh bangun, ketawa nangis, bimbang dan gelisah di sepanjang jalan menuju keputusan besar untuk pindah dan menuntut ilmu di Leeds University juga kami alami. Lain kali deh cerita detailnya. Bahagia dan sukacita kami alami bersama anak-anak yang juga melengkapi pengalaman ini dengan warna -warni yang beragam dan indah.
Puji Tuhan.
CATATAN PK
Sekedar catatan kecil sebagai saksi berbagai peristiwa sehari-hari. Just like writing in our minds, to keep them alive inside our hearts.
May 29, 2016
Oct 28, 2012
Tentang Bermaafan
Mumpung sedang dalam masa lebaran [Idul Adha], dan gara2 kemarin seharian BB error, saya jadi punya bahan renungan pribadi dan ingin berbagi. :)
Nggak berat kok, temanya adalah tentang "bermaafan".
Siapa sih diantara kita yang tidak pernah berbuat salah? Siapa dari kita yang tidak pernah merasa sangat bersalah karena kesalahan kita melukai hati orang laini? Siapa dari kita yang tidak ingin dimaafkan saat bersalah?
Sebaliknya, tidak pernahkah kita terluka karena kesalahan orang lain? Tidak pernahkah kita merasa sangat sulit untuk memaafkan orang yang melukai hati kita? Tidak pernahkah kita merasa tersiksa karena ingin memaafkan orang yang menyakiti kita?
Rasanya, semua orang pernah mengalaminya. Sebagai pihak yang bersalah, maupun pihak yang terluka karena kesalahan orang lain. Sebagai pihak yang meminta maaf, maupun pihak yang dimintai maaf. Sebagai pihak yang sangat ingin dimaafkan, maupun pihak yang sangat ingin memaafkan.
Minta maaf atau tidak [sebagai pihak yang bersalah], serta memaafkan atau tidak [sebagai pihak yang terluka karena kesalahan orang lain], memang sungguh-sungguh keputusan pribadi yang tidak dapat diganggu gugat. Tidak pernah bisa kita memaksa seseorang untuk meminta maaf, apalagi untuk memaafkan. Kalaupun terjadi karena paksaan, percuma juga, batinnya tidak juga nyaman.
Meminta maaf, hendaknya berangkat dari kesadaran diri atas kesalahan yang telah dilakukan. Selanjutnya, menyadari bahwa kesalahan itu melukai [hati] orang lain. Jika setelah itu timbul keinginan dalam diri untuk memperbaiki keadaan, saat itulah permintaan maaf perlu dilantunkan.
Memaafkan, hendaknya berawal dari kesadaran bahwa setiap orang pernah berbuat salah. Meskipun demikian, setiap orang juga punya kemampuan untuk memperbaiki diri. Jika setelah itu timbul kerelaan untuk melupakan luka batin yang dirasakan demi perbaikan masa depan, saat itulah kerelaan untuk memaafkan perlu disampaikan.
Nah, setelah bermaafan.. what's next? Mestinya sih, masing2 pribadi punya bekal yang lebih kuat untuk menciptakan suasana hidup yang lebih damai, indah, tenang dan saling memberikan rasa nyaman. Tanpa rasa bersalah yang menumbuhkan rendah diri, dan dengan menumbuhkan kepercayaan tanpa rasa tinggi hati.
Yuk, saling bermaafan..agar hati lapang, senyum cemerlang, langkah ringan dan hidup nyaman. :)
(gambar diambil dari: http://handofgod.com.au/attachments/Image/forgiveness.jpg)
Nggak berat kok, temanya adalah tentang "bermaafan".
Siapa sih diantara kita yang tidak pernah berbuat salah? Siapa dari kita yang tidak pernah merasa sangat bersalah karena kesalahan kita melukai hati orang laini? Siapa dari kita yang tidak ingin dimaafkan saat bersalah?
Sebaliknya, tidak pernahkah kita terluka karena kesalahan orang lain? Tidak pernahkah kita merasa sangat sulit untuk memaafkan orang yang melukai hati kita? Tidak pernahkah kita merasa tersiksa karena ingin memaafkan orang yang menyakiti kita?
Rasanya, semua orang pernah mengalaminya. Sebagai pihak yang bersalah, maupun pihak yang terluka karena kesalahan orang lain. Sebagai pihak yang meminta maaf, maupun pihak yang dimintai maaf. Sebagai pihak yang sangat ingin dimaafkan, maupun pihak yang sangat ingin memaafkan.
Minta maaf atau tidak [sebagai pihak yang bersalah], serta memaafkan atau tidak [sebagai pihak yang terluka karena kesalahan orang lain], memang sungguh-sungguh keputusan pribadi yang tidak dapat diganggu gugat. Tidak pernah bisa kita memaksa seseorang untuk meminta maaf, apalagi untuk memaafkan. Kalaupun terjadi karena paksaan, percuma juga, batinnya tidak juga nyaman.
Meminta maaf, hendaknya berangkat dari kesadaran diri atas kesalahan yang telah dilakukan. Selanjutnya, menyadari bahwa kesalahan itu melukai [hati] orang lain. Jika setelah itu timbul keinginan dalam diri untuk memperbaiki keadaan, saat itulah permintaan maaf perlu dilantunkan.
Memaafkan, hendaknya berawal dari kesadaran bahwa setiap orang pernah berbuat salah. Meskipun demikian, setiap orang juga punya kemampuan untuk memperbaiki diri. Jika setelah itu timbul kerelaan untuk melupakan luka batin yang dirasakan demi perbaikan masa depan, saat itulah kerelaan untuk memaafkan perlu disampaikan.
Nah, setelah bermaafan.. what's next? Mestinya sih, masing2 pribadi punya bekal yang lebih kuat untuk menciptakan suasana hidup yang lebih damai, indah, tenang dan saling memberikan rasa nyaman. Tanpa rasa bersalah yang menumbuhkan rendah diri, dan dengan menumbuhkan kepercayaan tanpa rasa tinggi hati.
Yuk, saling bermaafan..agar hati lapang, senyum cemerlang, langkah ringan dan hidup nyaman. :)
(gambar diambil dari: http://handofgod.com.au/attachments/Image/forgiveness.jpg)
May 30, 2012
Mar 20, 2012
Tentang Sabtu pagi dan seribu kelereng
Setiap hari baru adalah anugerah harapan baru bagi kita dari Tuhan. Berarti kita diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu sesuai kehendakNya atau memperbaiki kesalahan dan dosa-dosa ktia. Sudahkah kita menyadarinya, ataukah kita lebih suka mengurung diri dan mengasihani diri kita sendiri ? sejenak saya mengajak anda menyimak cerita berikut ini.
=== Tentang Sabtu pagi dan seribu kelereng
Makin tua, aku makin menikmati Sabtu pagi. Mungkin karena adanya keheningan sunyi senyap sebab aku yang pertama bangun pagi, atau mungkin juga karena tak terkira gembiraku sebab tak usah masuk kerja.
Apa pun alasannya, beberapa jam pertama Sabtu pagi terasa amat menyenangkan.
Beberapa minggu yang lalu, aku agak memaksa diriku ke dapur dengan membawa secangkir kopi hangat di satu tangan dan koran pagi itu di tangan lainnya.
Apa yang biasa saya lakukan di Sabtu pagi, berubah menjadi saat yang tak terlupakan dalam hidup ini. Begini kisahnya.
Aku keraskan suara radioku untuk mendengarkan suatu acara "Bincang-bincang Sabtu Pagi".
Aku mendengar seseorang agak tua dengan suara emasnya. Ia sedang berbicara mengenai seribu kelereng kepada seseorang di telpon yang dipanggil “Tom”.
Aku tergelitik dan duduk ingin mendengarkan obrolannya.
“Dengar Tom, kedengarannya kau memang sibuk dengan pekerjamu. Aku yakin mereka menggajimu cukup banyak, tapi kan sangat sayang sekali kau harus meninggalkan rumah dan keluargamu terlalu sering.
Sulit kupercaya ada anak muda yang harus bekerja 60 atau 70 jam seminggu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk menonton pertunjukan tarian putrimu pun kau tak sempat.”
Ia melanjutkan. “Biar kuceritakan ini, Tom, sesuatu yang membantuku mengatur dan menjaga prioritas apa yang yang harus kulakukan dalam hidupku."
Lalu mulailah ia menerangkan teori “seribu kelereng.”
”Begini Tom, suatu hari aku duduk-duduk dan mulai menghitung-hitung. Umumnya orang rata-rata hidup 75 tahun. Aku tahu tentu ada yang lebih dan ada yang kurang, tapi secara rata-rata umumnya kan sekitar 75 tahun.
Lalu, aku kalikan 75 ini dengan 52 dan mendapatkan angka 3900 yang merupakan jumlah semua hari Sabtu yang rata-rata dimiliki seseorang selama hidupnya.
Sekarang perhatikan benar-benar Tom, aku mau beranjak ke hal yang lebih penting.”
“Tahu tidak, setelah aku berumur 55 tahun baru terpikir olehku semua detail ini,” sambungnya, “dan pada saat itu aku kan sudah melewatkan 2800 hari Sabtu. Aku terbiasa memikirkan, andaikata aku bisa hidup sampai 75 tahun, maka buatku cuma tersisa sekitar 1000 hari Sabtu yang masih bisa kunikmati.”
“Lalu aku pergi ke toko mainan dan membeli tiap butir kelereng yang ada. Aku butuh mengunjungi tiga toko, baru bisa mendapatkan 1000 kelereng itu. Kubawa pulang, kumasukkan dalam sebuah kotak plastik bening besar yang kuletakkan di tempat kerjaku, di samping radio.
Setiap Sabtu sejak itu, aku selalu ambil sebutir kelereng dan membuangnya.”
“Aku alami bahwa dengan mengawasi kelereng-kelereng itu menghilang, aku lebih memfokuskan diri pada hal-hal yang betul-betul penting dalam hidupku. Sungguh, tak ada yang lebih berharga daripada mengamati waktumu di dunia ini menghilang dan berkurang, untuk menolongmu membenahi dan meluruskan segala prioritas hidupmu.”
"Sekarang aku ingin memberikan pesan terakhir sebelum kuputuskan teleponmu dan mengajak keluar istriku tersayang untuk sarapan pagi.
Pagi ini, kelereng terakhirku telah kuambil, kukeluarkan dari kotaknya. Aku berpikir, kalau aku sampai bertahan hingga Sabtu yang akan datang, maka Allah telah memberi aku dengan sedikit waktu tambahan ekstra untuk kuhabiskan dengan orang-orang yang kusayangi."
"Senang sekali bisa berbicara denganmu, Tom. Aku harap kau bisa melewatkan lebih banyak waktu dengan orang-orang yang kau kasihi, dan aku berharap suatu saat bisa berjumpa denganmu. Selamat pagi!”
Saat dia berhenti, suasana begitu sunyi hening, jatuhnya satu jarum pun bisa terdengar!
Untuk sejenak, bahkan moderator acara itu pun membisu. Mungkin ia mau memberi para pendengarnya, kesempatan untuk memikirkan segalanya.
Sebenarnya aku sudah merencanakan mau bekerja pagi itu, tetapi aku ganti acara, aku naik ke atas dan membangunkan istriku dengan sebuah kecupan.
“Ayo sayang, kuajak kau dan anak-anak ke luar, pergi sarapan.”
“Lho, ada apa ini…?” tanyanya sambil tersenyum.
“Ah, tidak ada apa-apa, tidak ada yang spesial” jawabku. “Kan sudah cukup lama kita tidak melewatkan hari Sabtu dengan anak-anak. Oh ya, nanti kita berhenti juga di toko mainan ya. Aku butuh beli kelereng.”
Dari setiap satu kelereng yang telah terbuang, apakah yang telah Anda dapatkan?
Apakah kesedihan, keraguan, kebosanan, rasa marah, putus asa, hambatan, permusuhan, pesimis, kegagalan?
Ataukah kebahagiaan, kepercayaan, antusias, cinta kasih, motivasi, peluang, persahabatan, optimis, kesuksesan?
Waktu akan berlalu dengan cepat. Tidak banyak kelereng yang tersisa dalam kantong Anda saat ini.
Gunakan secara bijak untuk memberikan kebahagiaan yang lebih baik bagi Anda sendiri, keluarga, dan lingkungan.
Selamat menikmati Sabtu pagi, Kisanak.
» Dikutip dari Indonesian Groups, sumber asli tidak diketahui.
=== Tentang Sabtu pagi dan seribu kelereng
Makin tua, aku makin menikmati Sabtu pagi. Mungkin karena adanya keheningan sunyi senyap sebab aku yang pertama bangun pagi, atau mungkin juga karena tak terkira gembiraku sebab tak usah masuk kerja.
Apa pun alasannya, beberapa jam pertama Sabtu pagi terasa amat menyenangkan.
Beberapa minggu yang lalu, aku agak memaksa diriku ke dapur dengan membawa secangkir kopi hangat di satu tangan dan koran pagi itu di tangan lainnya.
Apa yang biasa saya lakukan di Sabtu pagi, berubah menjadi saat yang tak terlupakan dalam hidup ini. Begini kisahnya.
Aku keraskan suara radioku untuk mendengarkan suatu acara "Bincang-bincang Sabtu Pagi".
Aku mendengar seseorang agak tua dengan suara emasnya. Ia sedang berbicara mengenai seribu kelereng kepada seseorang di telpon yang dipanggil “Tom”.
Aku tergelitik dan duduk ingin mendengarkan obrolannya.
“Dengar Tom, kedengarannya kau memang sibuk dengan pekerjamu. Aku yakin mereka menggajimu cukup banyak, tapi kan sangat sayang sekali kau harus meninggalkan rumah dan keluargamu terlalu sering.
Sulit kupercaya ada anak muda yang harus bekerja 60 atau 70 jam seminggu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk menonton pertunjukan tarian putrimu pun kau tak sempat.”
Ia melanjutkan. “Biar kuceritakan ini, Tom, sesuatu yang membantuku mengatur dan menjaga prioritas apa yang yang harus kulakukan dalam hidupku."
Lalu mulailah ia menerangkan teori “seribu kelereng.”
”Begini Tom, suatu hari aku duduk-duduk dan mulai menghitung-hitung. Umumnya orang rata-rata hidup 75 tahun. Aku tahu tentu ada yang lebih dan ada yang kurang, tapi secara rata-rata umumnya kan sekitar 75 tahun.
Lalu, aku kalikan 75 ini dengan 52 dan mendapatkan angka 3900 yang merupakan jumlah semua hari Sabtu yang rata-rata dimiliki seseorang selama hidupnya.
Sekarang perhatikan benar-benar Tom, aku mau beranjak ke hal yang lebih penting.”
“Tahu tidak, setelah aku berumur 55 tahun baru terpikir olehku semua detail ini,” sambungnya, “dan pada saat itu aku kan sudah melewatkan 2800 hari Sabtu. Aku terbiasa memikirkan, andaikata aku bisa hidup sampai 75 tahun, maka buatku cuma tersisa sekitar 1000 hari Sabtu yang masih bisa kunikmati.”
“Lalu aku pergi ke toko mainan dan membeli tiap butir kelereng yang ada. Aku butuh mengunjungi tiga toko, baru bisa mendapatkan 1000 kelereng itu. Kubawa pulang, kumasukkan dalam sebuah kotak plastik bening besar yang kuletakkan di tempat kerjaku, di samping radio.
Setiap Sabtu sejak itu, aku selalu ambil sebutir kelereng dan membuangnya.”
“Aku alami bahwa dengan mengawasi kelereng-kelereng itu menghilang, aku lebih memfokuskan diri pada hal-hal yang betul-betul penting dalam hidupku. Sungguh, tak ada yang lebih berharga daripada mengamati waktumu di dunia ini menghilang dan berkurang, untuk menolongmu membenahi dan meluruskan segala prioritas hidupmu.”
"Sekarang aku ingin memberikan pesan terakhir sebelum kuputuskan teleponmu dan mengajak keluar istriku tersayang untuk sarapan pagi.
Pagi ini, kelereng terakhirku telah kuambil, kukeluarkan dari kotaknya. Aku berpikir, kalau aku sampai bertahan hingga Sabtu yang akan datang, maka Allah telah memberi aku dengan sedikit waktu tambahan ekstra untuk kuhabiskan dengan orang-orang yang kusayangi."
"Senang sekali bisa berbicara denganmu, Tom. Aku harap kau bisa melewatkan lebih banyak waktu dengan orang-orang yang kau kasihi, dan aku berharap suatu saat bisa berjumpa denganmu. Selamat pagi!”
Saat dia berhenti, suasana begitu sunyi hening, jatuhnya satu jarum pun bisa terdengar!
Untuk sejenak, bahkan moderator acara itu pun membisu. Mungkin ia mau memberi para pendengarnya, kesempatan untuk memikirkan segalanya.
Sebenarnya aku sudah merencanakan mau bekerja pagi itu, tetapi aku ganti acara, aku naik ke atas dan membangunkan istriku dengan sebuah kecupan.
“Ayo sayang, kuajak kau dan anak-anak ke luar, pergi sarapan.”
“Lho, ada apa ini…?” tanyanya sambil tersenyum.
“Ah, tidak ada apa-apa, tidak ada yang spesial” jawabku. “Kan sudah cukup lama kita tidak melewatkan hari Sabtu dengan anak-anak. Oh ya, nanti kita berhenti juga di toko mainan ya. Aku butuh beli kelereng.”
Dari setiap satu kelereng yang telah terbuang, apakah yang telah Anda dapatkan?
Apakah kesedihan, keraguan, kebosanan, rasa marah, putus asa, hambatan, permusuhan, pesimis, kegagalan?
Ataukah kebahagiaan, kepercayaan, antusias, cinta kasih, motivasi, peluang, persahabatan, optimis, kesuksesan?
Waktu akan berlalu dengan cepat. Tidak banyak kelereng yang tersisa dalam kantong Anda saat ini.
Gunakan secara bijak untuk memberikan kebahagiaan yang lebih baik bagi Anda sendiri, keluarga, dan lingkungan.
Selamat menikmati Sabtu pagi, Kisanak.
» Dikutip dari Indonesian Groups, sumber asli tidak diketahui.
Jan 19, 2012
Puding roti choco chips
Belakangan ini, tiap malem punya 'waktu luang' setiap Ndis udah bobo dan ayahnya belum pulang.
Sambil nunggu ayah pulang, iseng2 nyobain masak buat cemilan malam ayah.
Kalau kemarin2 nyoba yang serba goreng/ kukus, tadi malem dengan restu ayah coba memberdayakan microwave yang lama nganggur di bawah meja.
Menu pertama yang jadi percobaan adalah puding roti choco chips.
Beberapa hari yang lalu udah pernah bikin versi kukusnya. Jadi penasaran, kayaknya kalo dipanggang bisa lebih cantik. Selain gampang, cepet dan enak, menu ini dipilih karena udah pernah bikin versi kukusnya, jadi udah kebayang hasil akhirnya. :D
Berikut ini resepnya, hasil kompilasi dari beberapa sumber:
Bahan:
Buat yang pengen nyoba2 bikin cemilan, menu ini gampanggg banget. Buktinya aku yang ga bisa masak aja bisa bikin. :D
Sambil nunggu ayah pulang, iseng2 nyobain masak buat cemilan malam ayah.
Kalau kemarin2 nyoba yang serba goreng/ kukus, tadi malem dengan restu ayah coba memberdayakan microwave yang lama nganggur di bawah meja.
Menu pertama yang jadi percobaan adalah puding roti choco chips.
Beberapa hari yang lalu udah pernah bikin versi kukusnya. Jadi penasaran, kayaknya kalo dipanggang bisa lebih cantik. Selain gampang, cepet dan enak, menu ini dipilih karena udah pernah bikin versi kukusnya, jadi udah kebayang hasil akhirnya. :D
Berikut ini resepnya, hasil kompilasi dari beberapa sumber:
Bahan:
- 3 lembar roti tawar
- 1 kotak/ 1 gelas susu UHT
- 1 butir telur
- choco chips secukupnya
- gula pasir secukupnya
- Roti disobek-sobek kecil-kecil dan direndam susu.
- Kocok telur dan tambahkan gula pasir.
- Masukkan telur ke adonan roti susu, lalu aduk rata.
- Tambahkan choco chips. Bahan tambahan ini bisa diganti dengan meises, keju, kismis, atau apapun sesuai selera.
- Tuang ke cetakan, kira-kira 3/4 tinggi cetakan. Jangan terlalu penuh karena adonan akan mengembang selama dipanggang. Cetakan yang kupakai dari bahan alumunium foil dan berukuran kecil, disesuaikan dengan porsi nyemil biar nggak usah motong2. :)
- Panggang dalam microwave. Setting yang kupakai tadi malam adalah MEDIUM-LOW selama 15 menit dan MEDIUM selama 8 menit *ini coba2 sih*. Kalau dikukus, butuh waktu 30-40 menit sampai matang (tergantung ketebalan adonan). Cek apakah puding sudah matang, dengan menusukkan lidi/ tusuk gigi/ garpu. Kalau sudah tidak lengket, berarti sudah matang.
- Siap disajikan.
Buat yang pengen nyoba2 bikin cemilan, menu ini gampanggg banget. Buktinya aku yang ga bisa masak aja bisa bikin. :D
Subscribe to:
Posts (Atom)