Daisypath Anniversary tickers

Apr 20, 2009

Model Kano dan Kepuasan Hidup

Pagi ini kami belajar tentang Model Kano, sebuah model yang diciptakan oleh Noriaki Kano pada tahun 1980-an untuk mengklasifikasikan kebutuhan pelanggan.
Secara singkat, model ini mengumpulkan pendapat pelanggan melalui kuesioner tentang kepuasan produk. Yang menarik adalah bahwa pendapat pelanggan tersebut dikumpulkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tentang ketersediaan fungsionalitas dalam sebuah produk/ layanan.

Misalnya,
Fungsional: Produk mudah dibersihkan
1: I like it that way
2: It must be that way
3: I am neutral
4: I can live with it that way
5: I dislike it that way

Disfungsional: Produk sulit dibersihkan
1: I like it that way
2: It must be that way
3: I am neutral
4: I can live with it that way
5: I dislike it that way

Nah, dari berbagai pertanyaan tentang fungsional dan disfungsional dari produk/ layanan dapat dianalisis, fungsi-fungsi mana saja yang must be(kebutuhan utama, harus tersedia), attractive(bersifat tambahan), atau indifferent(ga ngaruh, ada atau tidak ada) dari sebuah produk/ layanan.

Menariknya lagi, karena setiap pertanyaan fungsional selalu dipasangkan dengan pertanyaan disfungsionalnya, bisa langsung ketahuan tuh, kalau responden asal menjawab. Misalnya jika di pertanyaan fungsional di atas responden menjawab 1, dan disfungsionalnya juga dijawab 1, jelas perlu dipertanyakan tuh jawabannya! Hehe.

Hmm.. aku jadi kepikiran menghubungkannya dengan kepuasan hidup. Ada tiga kondisi yang bisa kutangkap:

  1. Ada hal-hal yang bikin kita puas kalau hal itu ada tapi biasa aja kalau ga ada. Ini sih gampang. Hal-hal yang baik, indah, dan membuat bahagia biasanya masuk jenis ini. (setara dengan fungsi attractive dalam model kano)

  2. Ada hal-hal yang ada atau ga ada, kita biasa aja tuh. Biasanya sih buat hal-hal yang ga ngaruh buat hidup kita. (setara dengan fungsi indifferent dalam model kano)

  3. Ada hal lain yang bikin kita biasa aja kalau ada, tapi ga puas kalau hal itu ga ada. Huhu.. ini seringkali dialami pada hal-hal yang rutin, indah, membahagiakan, tapi tidak kita sadari. Ntar, kalau hal itu hilang/ tidak ada lagi baru deh kita sadar bahwa hal itu sebetulnya penting. (setara dengan fungsi must be dalam model kano)

Cocok ga ya, analoginya? Semoga!
Hush, hush. Ayo, mulai kerjain tugasnya..

Apr 17, 2009

Dari Femina Buat Pasangan Workaholic


Kemarin, pulang kuliah, lihat Femina baru dateng di meja ruang tamu. Ada judul yang menarik dan langsung deh, duduk trus baca bagian itu.

Judulnya: "Pasangan Workaholic Kerja Terus, Mesra Terus"
Isinya wawancara dengan 2 pasangan suami istri yang sama-sama workaholic. Di jaman yang serba cepat, serba praktis, serba realistis, serba gampang sekaligus serba susah ini, kondisi semacam itu mudah ditemukan di mana-mana. Hehe.. Maksudnya, banyak pasangan yang sama-sama bekerja. Walaupun sama2 sibuk kerja, mereka toh tetap bisa menjalin hubungan yang berkualitas. Masing-masing punya cara untuk meluangkan waktu bersama keluarga. Mulai dari mengisi waktu singkat dengan hal-hal manis, sampai romantic escape ke luar pulau atau ke luar negeri. Mereka juga sepakat, workaholic mereka tuh karena belum ada anak dan harus berubah setelah ada anak nantinya.

Trus baca bagian lain: ramalan bintang.. hehe.. bukan berarti percaya ya, cuma buat lucu2an aja. Aku suka baca bagian ini karena ringan dan sering bikin 'bersyukur' (kalo ramalannya baik), dan bikin pengen buktiin bahwa dia salah (kalo ramalannya jelek). Menurut ramalan bintang: *kurang lebih* walaupun sibuk dengan pekerjaan, tapi keluarga selalu nomor satu.

Huhu. Bener banget. Tentang yg satu ini, aku juga pernah (sampe sekarang juga masih) heran melihat orang-orang yang menomorsatukan pekerjaan di atas segalanya. Sampe lupa makan, lupa tidur, lupa pulang cuma gara2 kerjaan. Apa-apaan tuh? Jangan salahin orang lain ya, kalau pas tiba2 inget pulang, anak-istri dan anggota keluarga yang lain udah ga ada di rumah. Hehe.
Ternyata.. setiap orang kan berbeda, punya pandangan, prinsip, gaya dan pendapat sendiri-sendiri. Ada yang berprinsip 'bekerja untuk hidup', ada juga sebaliknya 'hidup untuk bekerja'.

Yah, silakan aja sih.. Yang penting, harus seimbang dan jangan sampai ada yang dikorbankan. Cinta kerja.. bagus. Cinta keluarga.. bagus. Cinta makan, tidur, dll.. silakan. Cinta semuanya? Hebat!

*gambar dari arabicrecovery*




[GTR]
Bekerja untuk hidup itu penting, hidup untuk bekerja itu kurang lengkap. Untuk bisa hidup, memang salah satunya bisa ditopang dengan bekerja, tapi untuk mereka yang dapet warisan tujuh turunan apa iya perlu bekerja? (tergantung orangnya).
Kalau "hidup untuk bekerja", kok menurutku kurang lengkap aja, karena kalo hal itu diterapkan, bisa dipastikan bahwa hidupnya bakal nggak lengkap (menurutku lho..).
Tujuan hidup setiap orang beda-beda, tergantung cita-cita yang dia tempuh. Tapiii..setiap cita2 tetep harus direncanakan prosesnya, tentu saja dalam rangka mencapainya. Nah, di poin inilah yang sering jadi bahan pembicaraan. Yang bagus adalah yang seimbang, namun tidak semua orang bisa seimbang. Seimbang tidak selalu bisa dicapai dalam satu waktu, tapi bergantian, yaaa mirip grafik sinusoidal lah.
Kadang kita sibuk di bawah, kadang juga di tengah (seimbang), dan kadang juga kita terlalu sibuk di atas.
Yang penting adalah, bahwa harus dipastikan kalau kita masih punya keinginan untuk bisa seimbang, jadi dalam diri kita tetap punya kendali pada saat kita akan menghadapi kesibukan. Begitu keinginan untuk seimbang sudah tidak ada, maka SELAMAT! Anda murni workaholic and you need help, definitely.

Sampai saat ini aku masih bersyukur karena masih punya keinginan untuk seimbang, buktinya? Ya ini, masih sempet kasi komen di tengah2 kesibukan ngerjain tugas seperti "terkurung gunung seribuuu...air mengalir sampai jauuuhh...akhirnya ke lauutt..." kekekeke....