Makanan khas lebaran ini nggak gampang bikinnya. Untuk membuat kulitnya saja, saya harus belajar selama 1 jam, itupun belum lancar benar. Ketupat pertama berhasil selesai dalam waktu 30 menit itupun dengan bantuan sang master ketupat Om Eddy tetangga sebelah rumah. Ketupat kedua selesai dalam waktu 15 menit, 2 kali lebih cepat dari sebelumnya inipun masih dibantu sama Om Eddy tapi sedikit2. Ketupat ketiga inilah yang sukses besar, selesai dalam waktu 15 menit tanpa bantuan sang guru.
Ada pelajaran berharga selama saya membuat kulit ketupat ini, awalnya saya berpikir tidak mungkin bisa dua helai daun kelapa bisa dirangkai sedemikian rupa, tapi ternyata leluhur kita benar2 orang yang jenius dan berjiwa seni tinggi.
Pelajaran yang paling utama adalah filosofi dibalik pembuatan kulit ketupat ini, yaitu proses menyatukan dua helai daun kelapa sehingga menjadi sebuah kesatuan yang erat, kuat, solid, tak terpisahkan, bahkan bisa bermanfaat untuk menampung beras yang kemudian dimasak.
Dua helai daun kelapa melambangkan umat manusia dan lebaran merupakan sebuah momen yang sangat baik untuk kembali menyatukan persaudaraan, menjalin kembali tali silaturahmi dan silaturahim antar umat manusia. Untuk menjalinnya dibutuhkan ketekunan, kesabaran, dan kekuatan hati untuk tidak menyerah, di dalamnya juga terdapat kerendahan hati, kebesaran hati untuk mau memaafkan kesalahan orang lain sehingga kesucian hati dapat terwujud.
Kulit ketupat melambangkan eratnya persaudaraan yang kemudian dapat diisi dengan beras atau dengan kata lain, eratnya persaudaraan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan kita. Oleh karena itulah, ketupat dijadikan makanan khas di setiap lebaran.
Makan ketupatpun ada tata caranya, yaitu langsung dipotong di bagian tengah dan daunnya tidak boleh diurai.
Pada saat memotong ketupat inilah dilambangkan proses perpisahan. Ya, setiap perjumpaan pasti akan ada perpisahan, ketupat dipotong namun masih ada helai daun yang masih tetap terjalin erat, artinya meskipun berpisah namun hati tetap saling terhubung dan akan terus saling merindukan. Ini akan memiliki makna yang berbeda jika membuka ketupat dengan cara mengurai daunnya.
Ternyata, makna dibalik ketupat memang sungguh indah... apalagi kalo udah dimakan pakai opor ayam dan sambel goreng ati ampela plus telur puyuh...ugh...nendang banget!! Nyam nyam!!
[IMA]
Tambahan:
Bungkus ketupat dibuat dari janur kuning yang dianyam sedemikian rupa hingga membentuk segi empat.
Janur kuning merupakan lambang dari penolak bala. Di Kraton Surakarta, ada sepotong kain panjang yang disebut Samir yang merupakan aksesoris wajib yang harus dikenakan. Samir kuning tersebut dipercaya sebagai penolak bala. Nah, janur kuning inilah kemudian yang dianggap sebagai Samir penolak bala.
Bentuk segi empat merupakan wujud dari prinsip “kiblat papat lima pancer”, yang bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Tuhan.
Kemudian beras yang menjadi isi dari ketupat menjadi lambang dari kemakmuran. Diharapkan setelah hari raya, kita akan selalu dilimpahi dengan kemakmuran.
Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti “mengakui kesalahan”. Sehingga dengan ketupat kita diharapkan mengakui kesalahan kita dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut.
Ada lagi tradisi unik yang kini sudah sangat jarang ditemukan. Selain simbol maaf, ada yang percaya kalo ketupat dapat menolak bala.
Caranya dengan menggantungkan ketupat yang sudah matang di atas kusen pintu depan rumah. Biasanya ketupat digantung bersamaan dengan pisang. Ketupat ini digantungkan berhari-hari bahkan berbulan-bulan sampai kering hingga Lebaran tahun berikutnya.
Tapi tradisi menggantungkan ketupat yang kental nuansa mistisnya ini kini sudah sangat jarang ditemukan.
[/IMA]