Daisypath Anniversary tickers

Dec 10, 2007

Kontroversi Indonesia-Malaysia: Marah? atau Terima kasih?

Lho kenapa kita harus berterima kasih sama Malaysia?? jelas-jelas mereka mencuri budaya Indonesia... Masa sih?

Bukannya mau membela Malaysia, tapi kalau dilihat dari rumpun budaya Indonesia dan Malaysia ini sebenarnya sama, kita masih satu nenek moyang, ditambah lagi sejak ratusan tahun yang lalu sudah ada warga Indonesia yang hijrah ke Malaysia dan hingga kini mereka hidup turun temurun disana.
Namanya orang hijrah, sudah pasti ada yang dibawa ya salah satunya adalah budaya asli daerah mereka masing2. Kalau orang Jawa Timur ya pasti akan membawa budaya Jawa Timur, orang Kalimantan ya pasti akan membawa budaya Kalimantan juga. Hidup di negeri orang sudah pasti akan berusaha untuk survive, salah satu caranya adalah dengan hidup berkoloni, tentu saja dengan sesama hijrahers yang sama2 dari Indonesia, karena hidup berkoloni otomatis mereka akan berupaya untuk membangun rasa kekeluargaan dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah ekspresi budaya.

Nah, karena sudah lama hidup disana dan sudah banyak keturunan yang dihasilkan, sudah pasti budaya yang dibawa dari Indonesia juga ikut berkembang dan lestari disana.
Malaysia secara tidak langsung (meskipun dengan cara yang menurut kita salah) mempromosikan budaya Indonesia ke mancanegara, kenapa kok budaya Indonesia? Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya bahwa rumpun budaya Indonesia-Malaysia itu menjadi sama karena yang membawa kesana orang Indonesia juga, jadi wajar saja kalau yang dipromosikan oleh Malaysia itu mirip atau bahkan sama seperti apa yang dimiliki orang Indonesia.

Pertanyaan selanjutnya adalah: Mengapa Malaysia sampai melakukan hal yang demikian?
Untuk menjawab hal ini, saya baru saja mendapatkan informasi dari sebuah tayangan televisi swasta nasional yang menyebutkan bahwa Malaysia memiliki target pendapatan devisa dari sektor pariwisata sebesar US$15,5 miliar (sumber disini), jauh lebih besar dari target Indonesia yang hanya berani memperkirakan Rp 81 triliun (US$ 9 miliar) untuk tahun 2008 (sumber disini).

Apa yang dapat disimpulkan dari fakta di atas? JELAS, Malaysia memiliki perhatian lebih atas budaya di negaranya. Mereka ingin memajukan negaranya, salah satunya melalui jalur budaya nasional, yaitu dengan cara memberi target sedemikian besar supaya pihak-pihak yang berperan akan termotivasi.
Sementara di Indonesia, dengan melihat keseriusan dalam mematok target perkiraan pendapatan devisa, tampaknya tidak khawatir kalau generasi muda Indonesia lebih menyukai budaya barat. Kita lihat saja di sekeliling kita, yang paling dekat adalah lingkungan keluarga kita sendiri, adakah dari mereka yang bangga karena pernah ikut les menari tarian daerah dan hingga kini masih menjalaninya??
Sedih sekali rasanya pada saat saya melihat tayangan di televisi yang membahas tentang masalah ini. Pada tayangan itu diperlihatkan dimana ada seorang anak muda sedang diwawancarai dan berpendapat bahwa ikut tari tradisional itu kuno!
Saya dibesarkan di lingkungan kesenian yang cukup kental. Saya merasakan betul bahwa saat ini sudah banyak sekali sanggar2 tari yang tutup dan justru sanggar2 senam salsa, tango, body language semakin menjamur.

Kemanakah festival tari daerah?
Di stasiun televisi ANTV yang menayangkan kompetisi tari Seleb Dance, kontestannya diminta untuk menarikan 2 jenis tarian: tari daerah dan modern. Meskipun sudah berusaha untuk nasionalis dengan mewajibkan kontestannya menarikan tari daerah tetap saja menurut saya masih terlihat kesan dipaksakan. Bahkan, pada saat saya mendengarkan komentar para dewan juri, justru lebih memprihatinkan lagi, mayoritas mereka mengomentari bahwa tampilan kontestan lebih bagus pada saat menarikan tari modern. Jelas, sesi tarian tradisional hanya muncul di satu episode dari banyaknya jumlah episode yang ada.

Jadi jangan salahkan Malaysia yang punya cita2 tinggi untuk memajukan budaya (yang merupakan budaya Indonesia juga) karena mereka ingin negara mereka maju, justru di negara kita sendiri yang katanya sebagai "pemilik sah" seakan tidak peduli terhadap nasib budayanya sendiri.

Saya kok merasa beruntung dengan adanya kontroversi ini, kalau tidak ada seperti ini mana mungkin orang2 bakal peduli dengan budaya Indonesia? Bahkan berlomba2 untuk mempatenkan budaya...

Jadi masih mau marah??? atau berterima kasih??? Pikir2 dulu deh...

No comments: