Daisypath Anniversary tickers

Jun 22, 2007

Jangan takut ditilang!

Yap, sekarang pengen sharing cerita aja karena baru saya ngalamin jadi terdakwa dan ngerasain ikut sidang pidana.

Jangan berasumsi yang berat-berat, dakwaannya ringan kok "melanggar rambu-rambu lalu lintas", sidangnya pun ga lama dan selesai dalam hitungan detik...cepet kan??

Jadi ceritanya 2 minggu yang lalu saya melanggar rambu-rambu lalu lintas. Sengaja sih..karena buru-buru pengen cepet pulang, abis panas banget di jalan. Nah mungkin karena lagi apes, di pertigaan itu udah ada polisi yang nongkrong...
Sebagai masyarakat yang sadar hukum, ya sudah pasti Saya minta surat tilang dan ikut sidang, ga peduli polisinya menakut-nakuti kalo sidangnya lama, rame, urusannya panjang, tidak bisa diwakilkan, takut ga sempet dateng bla bla bla...

Alhasil, pagi ini Jumat 22 Juni 2007 pukul 09.34 WIB saya sampai di Pengadilan Negeri Bandung di jalan Riau. Seminggu sebelumnya tanggal 15, saya udah kesana, tapi karena lupa liat tanggal kalo sidangnya tanggal 22 jadinya terpaksa balik lagi, sial! Tapi ada pengalaman menarik waktu ke pengadilan minggu lalu: begitu nyampe di parkiran dan nurunin standar motor, sudah ada bapak2 tukang parkir nyamperin, berikut percakapan kami:
Tukang Parkir (TP) : "Sidang Mas?"
Saya : "Iya nih!"
TP : "Sidangnya lama Mas! Mau saya ambilin? Yang ditahan apa Mas? SIM ato STNK?"
Saya : "SIM saya ditahan Pak"
TP : "Sini Mas saya ambilin, paling 40rb aja. Coba lihat surat tilangnya Mas.."
(Saya ambil surat tilangnya dan saya kasih ke TP)
TP : "Wah Mas...ini sidangnya minggu depan! Sekarang masih tanggal 15, disini ditulis tanggal 22!"
Untung aja salah tanggal, jadi ada alasan untuk menghindari tawaran bapak itu.

Ruang sidang V sudah dipenuhi calon2 terdakwa, semua bangku sudah penuh sesak tapi untung ada pasangan muda mudi yang mau sedikit menggeser pantatnya supaya saya bisa duduk, yah meskipun cuma dapet setengah pantat yang penting duduk.

Satu setengah jam berlalu dan waktu sudah hampir jam 11 siang, para calon terdakwa ini mulai gelisah karena sudah mendekati waktu Sholat Jumat. Akhirnya ada salah seorang calon terdakwa yang berani komentar dan suasana sempat ramai karena kami tidak tahu menahu apa yang ditunggu. Seharusnya jam 9 sidang sudah dimulai tapi sampai hampir 2 jam belum mulai juga. Akhirnya salah seorang pegawai pengadilan muncul dan menyampaikan bahwa ternyata, sang hakim sedang ada sidang pra peradilan dan belum selesai, lebih parahnya lagi tidak ada hakim pengganti.
Tapi untunglah sang hakim yang terhormat sudah menyelesaikan sidang pra peradilannya sebelum suasana lebih buruk.

Satu per satu nama para calon terdakwa ini dipanggil dan diminta duduk di kursi pesakitan yang menurut saya cukup aneh karena bangkunya panjang dan cukup untuk duduk 3-4 orang.
Akhirnya saya dipanggil dan duduk di ujung kanan bangku, setelah orang di sebelah kiri saya pergi, saya bergeser ke kiri dan berhadap-hadapan langsung dengan hakim yang terhormat.
Hakim : "Pelanggarannya apa Mas?"
Saya : "Melanggar rambu-rambu dilarang belok kanan Pak"
Hakim : "O begitu..." sambil menulis sesuatu di berkas salinan surat tilang saya, tiba-tiba beliau mengucapkan kalimat yang aneh "Dua puluh satu..." dilanjutkan mengetuk palu.
Oleh hakim anggota saya diberi berkas tilang dan dipersilakan untuk menghadap panitera yang jaraknya cuma 1 langkah dari bangku panjang itu.

Sampai di meja panitera saya baru tahu kalau kalimat "Dua puluh satu" dari pak hakim itu artinya denda yang harus saya bayar untuk menebus SIM saya yang ditahan, yaitu Rp 21.000,-
Mulai dari saya dipanggil, kemudian 'ngobrol' dengan pak Hakim yang terhormat, bayar denda di panitera, SIM dikembalikan dan keluar dari ruangan sidang, hanya membutuhkan waktu: 32 detik!!! Hebat kan?? Itupun saya harus menerobos kerumunan orang-orang yang memenuhi jalan kira-kira 3 meter. Thanks to D'Im yang udah niat untuk menghitung durasi waktunya.

Ruang sidang penuh sesak sampai ada yang duduk di lantai dan berdiri di tengah-tengah ruangan.
Sambil menunggu dipanggil, saya sempatkan untuk ngobrol dengan bapak yang duduk di samping saya.
Saya : "Tadi datang jam berapa Pak?"
Bapak : "Jam 10, soalnya saya tahu bakal molor, dulu saya pernah seperti ini."
Saya : "Bapak pernah? Kapan Pak?"
Bapak : "Sekitar 5 atau 6 bulan yang lalu lah..."
Saya : "Dulu juga ramai seperti ini Pak?"
Bapak : "Oh enggak, kalau dulu tidak seramai ini, semuanya kebagian tempat duduk. Tapi saya cukup senang sekarang, ini artinya sudah banyak masyarakat kita yang sadar hukum dan enggak main belakang."
Saya : "Kenapa bisa begitu ya Pak?"
Hakim : "Sekarang informasi cepat menyebar Mas, dan orang-orang malas untuk memberi 'sedekah' sama oknum polisi, apalagi sama calo-calo di pengadilan ini. Kalo sama calo sini lebih mahal Mas bisa sampai 50rb, padahal kalau bener2 sidang paling mahal 30rb lah tergantung pelanggarannya".

Seneng juga denger komentar Bapak satu ini, akhirnya masyarakat sudah mulai sadar hukum... Selamat deh!!

PS : Jangan kalah sama oknum polisi yang nakal, kalau emang salah, ngaku aja dan minta surat tilang yang slip biru biar urusannya lebih gampang n ga perlu sidang, cukup transfer ke rekening yang ditunjuk dan ambil SIM/STNK yang ditahan di kantor polisi terdekat. Kalaupun terpaksa sidang, hadapi saja, simpel kok! Cuma 32 detik! Tapi harus kuat nunggu, ga masalah lah demi supremasi hukum.

4 comments:

Anonymous said...

Cie cie.. yg dapet kenalan di persidangan! Mana foto2nya bos??
Oya, tambahan dikit dari sekilas pandang suasana di 'lobi' ruang sidang:
- cuaca berasap (prakiraan cuaca di tipi td pagi ga valid!)
- 2 jam nunggu tanpa ada tontonan selain puluhan orang bertampang kusut *beberapa diantaranya bengong2 mupeng gt liat rokku yg selutut..*
- ngantuk, pusing, laper.. tp bisa tiba2 sakit perut nahan ketawa tiap ada yg dateng n pasang tampang culun ga taw mesti ngapain.

Guntur said...

horeee...akhirnya gambar-gambar berhasil ditransfer dan sudah dipasang di blog ini.

Untung aja datengnya nggak terlalu telat, jadi nggak perlu kebingungan plus celingak celinguk hehehe...

ternyata bisa juga ngebut sambil boncengin d'im yang duduknya nyamping.

rheef said...

wakakak...yo'i do'i to'i...aku masih suka ngakak kl inget tu pak TP, dan hari itu, si pak TP resmi menjadi syalo terapes didunia =))...dan itu lah salah satu contoh nyata pernyataan...."kejujuran itu mahal harganya" :D....thanks to kejujurannya, si pak TP ga jadi dapat obyekan...dan aku suka ngebayangin, betapa thengsinnya si bapak kl ternyata orang yg pengen dikerjain ternyata malah berbalik ditolong....apes nian kau pak...dan smoga ada banyak syalo2 yg seperti dirimu :))

Anonymous said...

Pak Tukang Parkir, sabar dan tabahlah menghadapi 'pencobaan' ini. Anggap saja saat-saat mendapati 'kegagalan' dalam mengais remah-remah rejeki dipelataran parkir pada hari sidang sebagai 'sukses yg tertunda'. Masih ada 'hari esok', dan masih banyak 'calon-calon lain' yang menunggu sidang dengan setia untuk 'digarap' dan jadi 'korban pelampiasan'...........

.......