Aku adalah sebuah arloji saku yang sangat cantik. Penciptaku membuatku dengan penuh cinta. Siang dan malam diukirnya kasih sayang di sekeliling detak jarumku yang lembut; dibelainya permukaanku dengan tatapan mata penuh kasih; dihembuskannya napas hidup bagiku dengan perhitungan yang lebih akurat daripada rumus Einstein. Seperti arloji-arloji lain ciptaannya, aku adalah bukti cintanya yang paling sempurna. Memang, tak satupun karyanya yang bercela.
Suatu hari, seorang pecinta datang dan ingin memilikiku. Seperti beberapa orang lain sebelumnya, puluhan kali ia datang dan memohon, sesering itu pula penciptaku menolaknya dengan tegas. Tiap hari ia datang dengan sejuta bujuk rayu memintaku pada tuanku. Walau aku cuma barang ciptaannya, tuanku dapat melihat keberatanku dengan mudah. Aku memang takut dan ragu, calon tuan baruku itu tak sungguh-sungguh menyayangiku seperti penciptaku. Ditambah lagi, sudah sering kudengar cerita tentang sesama arloji yang dibeli dengan mahal, namun toh akhirnya kembali ke tempat ini dalam keadaan yang menyedihkan.
Di saat yang lain, datanglah seorang lagi pengagumku. Entah apa yang merasukiku, aku turut merayu tuanku supaya mengijinkan ia memilikiku. Hingga suatu hari, jelas kulihat binar kebahagiaan di wajahnya saat tuanku akhirnya mengangguk ragu-ragu padanya. Aku tersenyum dan melonjak kegirangan dalam hati. aku yakin, pengagumku ini akan menjagaku sepenuh hatinya.
Benar saja. Hidupku indah di tangan tuan sekaligus pengagumku ini. Tiap hari aku dipandang, dikagumi, dibersihkan, dan dirawatnya. Setitik debu-pun tak dibiarkannya menodai kecantikanku. Karat tak pernah sempat mampir di kulitku. Tak seharipun berlalu bagiku tanpa belaian tangan lembutnya. Aku selalu berada dalam genggamannya yang hangat, hingga jarang kulihat warna-warni dunia. Tapi aku memang tak merasa perlu lagi melihat dunia. Mungkin ini yg sering manusia sebut sebagai surga.
Sampai suatu hari, tiba2 mesinku mati. Mungkin karena tuanku terlalu erat menggenggamku hingga mesinku terlalu lama di ruang sempit nan pengap. Padahal mesinku juga butuh udara tuk bertahan hidup. Walau permukaanku tak tergores sedikitpun, jarum2ku berhenti berdetak. Sebagai arloji, sungguh telah tamat riwayatku. Aku telah mati. Kupikir, inilah akhir hidupku. Pasti aku kan segera benar-benar berada di surga.
Ternyata, walau tlah mati, tuanku tetap mengagumiku. Perlakuan lembutnya padaku tak berkurang sedikitpun. Aku tetap digenggam, dibelai, dan dikasihinya. Kawan2 tuanku tak pernah tahu bahwa aku tak berguna lagi. Aku masih selalu hangat dalam genggamannya.
Beberapa bulan berlalu dengan kondisiku seperti itu, sampai suatu hari tuanku menyadari, meski selalu digosok dan dirawat, kilauku tak lagi seindah dulu. Tentu saja, aku sudah kehilangan semangat hidup karena tak lagi berdetak. Suasana hati ini membuat permukaanku makin kusam. Tuanku membawaku kembali kepada penciptaku dan berhadap luka hatiku dapat terobati.
Penciptaku marah setelah mengetahui kisahku dan melihat kondisiku. Pengagumku dianggap tak becus merawatku, karena telah membiarkanku dalam kondisi yang menyedihkan tersebut hingga berbulan-bulan. Tuan pencipta mengusir pengagumku itu dan tidak membiarkannya bertemu denganku lagi.
Kini aku kembali tinggal bersama tuan penciptaku. Kurasakan lagi kehangatan kasihnya yang tiada dua. Tiap hari dihabiskannya waktu untuk memperbaikiku. Sekian waktu berlalu, akhirnya tuan berhasil memulihkan keadaanku. Walau tak seindah semula, walau karat di mesinku meninggalkan bekas yang takkan hilang, toh aku kembali bernyawa. Aku kembali dapat menunjukkan waktu. Setiap hari kukembangkan senyum terindah bagi tuan penciptaku, sebagai tanda terima kasihku baginya.
Ternyata, ada yang kulewatkan selama aku tinggal bersama pengagumku. Si pencinta masih rutin datang dan selalu berusaha mengambil hati tuan penciptaku. Dan setelah kini aku kembali, sang pencinta kembali memohon untuk memilikiku. Aku tahu, tuanku tak punya pilihan lain. Aku dan penciptaku pun mulai yakin dengan kesungguhannya. Senyum terkembang di bibir tuan pencipta saat melepasku tuk dibawa sang pencinta.
Sekarang, aku bersama pencintaku. Tak seperti pengagumku, tuan pencinta menggantungku di pinggangnya. Sminggu sekali dia menatap dan membersihkanku. Ternyata, ia adalah seorang pekerja keras. Ia tak ingin menggenggamku setiap saat karena takut tangan kekarnya akan melukaiku. Lagipula ia tahu, aku masih trauma dengan genggaman tangan pengagumku yang akhirnya membunuhku.
Tergantung di pinggangnya, semula aku sering merasa kesepian. Namun seiring perjalanan waktu bersamanya, aku menyadari bahwa aku dapat selalu berada di dekatnya, mengingatkan waktu baginya setiap saat, sekaligus dapat tetap menghirup udara segar dan melihat indahnya dunia. Aku sungguh bahagia. Senyum terkembang dan kulitku bersinar-sinar karena belaian sinar matahari dan bilasan tetes hujan. Dalam hati aku memutuskan kan mengabdikan seumur hidupku bagi tuan pencintaku ini.
== to be continued ==
No comments:
Post a Comment