Daisypath Anniversary tickers

Feb 14, 2008

Nunggu Film Bagus dari Sineas Indonesia

Perkembangan industri film di Indonesia sampai saat ini sudah cukup membanggakan. Mulai dari film horor "Jelangkung" terus "Ada Apa Dengan Cinta?", "Petualangan Sherina" dan lain-lain sudah cukup membuktikan bahwa perfilman Indonesia sudah mulai bangkit berdiri.
Dari judul-judul dan poster-poster film yang pernah saya lihat termasuk juga promosi film di layar televisi kok tema yang muncul itu-itu aja ya?
Di mata saya tema film-film Indonesia masih didominasi cerita horor, drama cinta remaja, dan akhir-akhir ini mengangkat tema tentang s e k s.
Lihat saja "Quickie Express", "Kawin Kontrak", "Perempuan Punya Cerita" (yang menyajikan penderitaan perempuan akibat s e k s, narkoba dan HIV), lalu disusul dengan XL: Xtra Large.
Meskipun di poster sudah jelas-jelas dipasang tulisan "Khusus Dewasa", tetep aja ada anak-anak dibawah umur (terutama yang badannya bongsor) bisa ikutan nonton film itu, entah karena memang tertarik dengan judulnya atau tertarik dengan salah satu aktor yang ikut main di film itu. Yang jelas, masih kecolongan.

Yah itu salah satu curahan hati ttg sistem bioskop di Indonesia, kembali ke film...
Saya tetap berharap akan ada sineas Indonesia yang bisa menyajikan film berkelas sekelas "box-office"-nya Hollywood lah. Tentu saja dengan tema yang beragam.
Yang paling saya tunggu adalah film action-nya Indonesia yang penuh dengan aksi menegangkan, adegan-adegan baru dan digarap dengan apik sampai ke special efeknya. Tentu saja dengan alur cerita yang nggak membosankan seperti trilogi "Bourne" (Identity, Supremacy, Ultimatum).
Kemudian yang saya tunggu berikutnya adalah film Sci-Fi (Science Fiction) dari Indonesia. Hmm...mungkin untuk yang satu ini masih terlalu jauh. Maklum siy, barometer perkembangan teknologi di Indonesia kan beda dengan negara-negara maju.
Amerika punya barometer perkembangan teknologi di MIT (Massachusetts Institute of Technology) ditambah lagi ada lembaga-lembaga penelitian milik negara atau biro investigasi, Australia punya RMIT (Royal Melbourne of Technology), belum lagi Jerman, Inggris, Jepang, dll. Kalau Indonesia? Barometer perkembangan teknologi di Indonesia itu ada di Mangga Dua hehehe...

[IMA]
Hmmm..
Menurutku, salah satu penentu kualitas sebuah produk dan hasil karya yang menyangkut orang banyak, adalah respon masyarakat. Sampai sekarang [lagi2 menurutku], sebagian besar penonton Indonesia memang masih suka dengan film2 yang mengaduk2 perasaan, bisa bikin nangis, ketawa, terharu, gembira, dst.

Salah satu oknum penonton yg seperti ini adalah aku. Hehe.. Buatku, nonton film means relaxing, sekedar pengisi waktu luang untuk menghibur diri. Setelah setiap hari membawa beban pekerjaan hampir seharian, maunya sih, film yg kutonton tuh ya yang menghibur dan ringan. Ga masalah sih, mo film drama, action, atau sci-fi; yang utama adalah ringan, ga bikin dahi berkerut selama nonton. Lebih baik lagi, kl bisa mengendurkan kerutan di dahi.

Kalau penonton lebih antusias buat nonton film yang ringan dan gampang dicerna, tentu para pemikir dan pembuat film bakal lebih tertarik bikin film yg semacam itu. Lain halnya, kalau penonton demo dan mogok nengok bioskop kl film yg diputer [terlalu] ringan dan [terlalu] biasa2 aja.. tentu mereka bakal mikir dua kali (bahkan lebih) kalau mau bikin film sejenis.

Makanya.. daripada cuma nunggu film bagus.. mendingan bikin tulisan2 buat mrotes film2 yg temanya 'itu2 aja' tadi! Kasih kritik deh.. apa yg bikin sebuah film tuh 'itu2 aja', apa yg bisa ditingkatkan, gimana biar film Indonesia jadi bagus..
Kalau perlu, protes juga tuh, orang2 yg ngantri seharian di bioskop buat nonton film yg 'gitu2 aja'. Bikin perfilman ga maju2, tuh..
Hehehehe.

1 comment:

Anonymous said...

Kyaknya harapan mas Guntur masih jauh di atas awan. Sekarang ini saja kemampuan penulis-penulis Indonesia belum sebagus kemampuan penulis-penulis asing. Bagaimana mungkin kita bisa menghasilkan film yang setara dengan box officenya Hollywood yang notabene mampu membeli tulisan-tulisan yang hebat -saya nggak bilang penulis mereka hebat lowh-.
Sekarang, sebelum menuntut film-film berkualitas dari para sineas Indonesia, marilah kita bersama-sama belajar menulis dan berfantasi hingga bisa menghasilkan tulisan-tulisan sekelas The Bourne Identity atawa Harry Potter.