Daisypath Anniversary tickers

Mar 1, 2007

k.e.m.b.a.l.i.a.n

Hari rabu kemaren aku dapet perlakuan istimewa dari seorang tukang parkir di sebuah bank swasta di jalan buah batu bandung.
Waktu itu baru saja selesai transfer uang buat bunda tercinta di semarang, saat bersiap-siap naik motor, si tukang parkir nampak masih duduk bermalas2an di bangku yang terletak tepat di bawah pohon yang cukup rindang, sehingga terik matahari pukul 11.00 siang itu dengan sukses dapat dihalangi oleh pohon.
Pada saat aku melangkahkan kakiku untuk menaiki motor, tiba2 tukang parkir itu bangkit berdiri dan menghampiriku untuk 'menagih' uang parkir.
Langsung saja aku rogoh saku celana yang berisi kembalian ongkos transfer karena beda kota. Aku berhasil meraih selembar ribuan dan segera aku 'transfer' ke tangan si tukang parkir itu.
Tidak lama kemudian dia menodongku dengan sekeping uang 500 perak dan aku balas dengan "Kembaliannya bawa aja Pak." spontan si tukang parkir tersenyum sangat-sangat lebar sampai terlihat semua gigi depannya yang tampak kuning karena (mungkin) rajin minum kopi dan rokok.
Siang itu lalu lintas sangat padat, tapi karena mendapatkan motivasi dari kembalian yang tidak aku ambil, si tukang parkir dengan gagah berani mengangkat tangan tinggi2 dan langsung menerobos keramaian kendaraan diiringi dengan tiupan peluit yang melengking... Kontan deretan kendaraan yang mau lewat langsung berhenti, untuk apa?? Tentu saja membukakan jalan buatku supaya bisa cepat menyeberang (^_^)v
Nggak biasanya tukang parkir itu tampak bersemangat dan giat, biasanya dia hanya berdiri di bahu jalan sembari meniup peluit dan hanya melambai2kan tangan sebagai tanda ada kendaraan hendak menyeberang. Tapi kali ini beda, dia berani beresiko tubuhnya tertabrak mobil/motor untuk membukakan jalan supaya aku bisa nyebrang...
Selama diperjalanan pulang aku menciptakan rumus baru:

"500 rupiah = nyawa tukang parkir"

ahh....masa' semurah itu sih.... ya sudah akhirnya aku ganti menjadi:

"500 rupiah = semangat untuk menghentikan kendaraan di kepadatan lalu lintas"

nah...tampak lebih manusiawi kan??

Bukannya aku menyepelekan uang 500 rupiah, tapi menurutku uang 500 rupiah memiliki makna yang jauh berbeda jika berada di tangan si tukang parkir yang pekerjaannya penuh resiko, dekat dengan maut, tidak ada tunjangan kesehatan, tidak ada tunjangan pensiun apalagi tunjangan transport ataupun tunjangan jabatan.
Dia tidak duduk di kursi empuk seperti saya sekarang ini yang sedang menulis blog, ataupun seperti Anda yang sedang membaca blog ini. Dia tidak berada di ruang ber-AC, tapi justru menu bernafasnya setiap hari adalah asap knalpot yang belum tentu memenuhi standar emisi...untung dia nongkrong deket pohon, jadi bisa dapet oksigen sedikit.

Jadi, masih gak rela dengan uang 500 rupiah yang mungkin hanya bisa menjadi tambahan untuk perbaikan menu makan siang si tukang parkir itu??? Mungkin yang tadinya hanya bisa minum air teh tawar gratis, mungkin siang itu dia bisa mengalami 'peningkatan' jadi teh manis hangat misalnya.

Ada satu hal yang membuat saya merasa senang, adalah pada saat dia memancarkan senyum setelah aku tolak uang kembaliannya.

"Beessszzz....." tiba2 ban motorku gemboz...mungkin karena mikirin rumus uang 500 rupiah, aku nggak nyadar udah ngelindes paku, untung disitu ada tukang tambal ban.
Ongkos tambal ban 4000 rupiah...tapi di saku celanaku hanya ada uang 5000 selembar.
Aku pikir2 apa salahnya aku nolak kembalian lagi...

Akhirnya aku meninggalkan bengkel tambal ban itu dengan diiringi senyum merekah dari si tukang tambal ban yang menjadi ayah dari satu anak laki-laki berumur 8 tahun yang sudah putus sekolah itu....

Rumus baru:
"kembalian yang ditolak = senyum penuh ungkapan syukur"

1 comment:

Anonymous said...

Jadi inget sepotong 'bahan renungan' yg disampaikan Sr. Eta dalam suasana santai di ruang tamu rumah Bulik Dwi beberapa waktu lalu. Kurang lebih, katanya,

"Apapun yang kita miliki melebihi kebutuhan kita, sebenernya tuh punya orang lain."

Beberapa contoh yang diberikan:

Kalau kita pesan 2 piring makanan di restoran dan ternyata kita cuma bisa menghabiskan sepiring kemudian membuang sepiring lainnya, maka yang kita buang itu sebenernya makanan orang lain yang bakal datang setelah kita.

Kalau kita punya koleksi perhiasan yang kita kumpulkan bertahun-tahun lamanya sampai butuh koper buat nyimpen, tapi kenyataannya cuma kita pakai 3 kali dalam setahun (sebut saja pas Natal, Paskah dan ulang tahun).. berarti sisanya adalah milik orang lain yang 'dititipkan' pada kita.

Buat apa kita punya setumpuk baju dengan berbagai model, sepuluh pasang untuk tiap model masing-masing dengan warna dan motif yang sedang in, kalau toh kita cuma bisa pakai sepasang setiap hari? Buat apa menimbun kain-kain itu sampai berjejalan di lemari setinggi atap kamar sampai abis dimakan rayap dan jamur? Coba lihat sekitar kita.. berapa banyak bisa kita temukan orang2 yang berbaju rombeng dari hari ke hari, terbakar terik matahari dan sobek kena tajamnya tetes hujan, ga pernah ganti sampai koyak bajunya lebih banyak daripada bagian yang bener.. Bukankah mereka lebih layak dapet sepasang baju baru daripada kita yang hanya ingin menambah 'teman' buat baju2 kita di lemari??

*yang terakhir rada ekstrim.. hik2.. masak aku harus relain baju2ku dan hanya menyisakan sepasang buatku?? Tidakkk... *

Apalagi duit 500 rupiyahhh.. :(

Wis, pokoknya.. bener banget kata lagu..
"Indah pada tempatnya.."